Makan Dilarang Jaim, BUDAYA KULINER

Pengusaha asal Solo, Jawa Tengah, punya ungkapan menarik ihwal kuliner. "Tidak ada kolesterol di meja makan. Yang ada hanya makanan enak. Kolesterol hanya ada di laboratorium."

Abdullah Suwarno, pengusaha lokal yang berasal dari Laweyan, membenarkan hal itu. Ihwal perut, kata Suwarno, para pengusaha memang tak pernah pelit dan berpikir panjang.

Mereka memakan segalanya, tak peduli makanan tersebut mengandung kolesterol tinggi, seperti nasi liwet, thengkleng, sate jeroan, keripik paru, atau ceker ayam. "Wajar jika banyak yang mati muda," kata Suwarno.

Kebiasaan makan yang tak menjaga image alias jaim ini disebut Suwarno sebagai kebiasaan turun-temurun. Saat masih kecil, ia kerap menyaksikan para pengusaha batik di Laweyan menyantap banyak makanan dalam sehari.

Pada sore hari, misalnya, para pengusaha batik menunggu pedagang sate kambing keliling. Sate ini adalah makanan pengisi perut sebelum bersantap malam.

Uniknya, sembari menunggu pedatang sate melintas, para pengusaha itu juga menyantap thengkleng. "Thengkleng menjadi pengganjal perut, biasa dimakan tanpa nasi," kata Suwarno lagi, mengingat kenangan masa kecilnya.

Kisah kebiasaan makan warga Solo ini bisa disimak dalam edisi kuliner majalah Tempo yang terbit pada Senin, 1 Desember 2014.
Title : Makan Dilarang Jaim, BUDAYA KULINER
Description : Pengusaha asal Solo, Jawa Tengah, punya ungkapan menarik ihwal kuliner. "Tidak ada kolesterol di meja makan. Yang ada hanya makanan en...

Related Posts :

0 Response to "Makan Dilarang Jaim, BUDAYA KULINER"

Post a Comment